Kamis, Agustus 13, 2009

ANAK PLAT TERORIS




Benarkan Ibrohim, Noor Din Mohamad Top, dan sejumlah deretan nama lain yang ditangkap Detacement Khusus Anti Teror 88 benar-benar teroris? Jawaban atas pertanyaan itu, mungkin sudah banyak kita simak di media televisi, maupun kita baca di media cetak. Bahkan peran, posisi, aliran dana, jaringan, sel dan sebagainya, sudah gamblang diterangkan oleh Mabes Polri.

Yang saya tahu lebih soal teroris ini , bukanlah orang Malaysia itu. Ibrohim. Itulah nama terakhir yang mencengangkan kita akhir-akhir ini. Peran dan posisi Ibrohim sudah dipaparkan Mabes Polri akhir-akhir ini.

Peran sebagai perencana, penentu sasaran dan sebagainya, bahkan sebutan jendral lapangan bom Mega Kuningan, dianugerahkan kepada bapak 4 anak ini. Sejak Ibrohim menghilang setelah peledakan, saya lebih intens mengikuti keluarga ini. Sucihani, mempunyai 4 orang anak buah cintanya dengan Ibrohim. Anak pertama adalah Shobryna, Nisrina Adhiya, Ismail Dhiya Ul haq, dan terakhir adalah M Ishaq Samudra yang baru berusia 5 bulan.

Beberapa kali saya melihat, Ismail berlari-lari dari mobil jemputan sepulang sekolah, menghindari wartawan yang ‘gelo’ menunggu di sekitar rumah Sucihani di Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Tentang Ismail juga, saya pernah mendengar ejekan dari temen-temen sekolahnya di SD Kaliaren Cilimus. “Anak teroris”, begitu ejek teman-temennya.

Setelah diumumkan oleh Mabes Polri, bahwa pria tewas di Beji, Kedu, Temanggung adalah Ibrohim, keluarga hendak berangkat ke Jakarta, mengukuti pemakaman Ibrohim. Jenazah Ibrohim, sempat ditolak dimakamkan di Desa Sampora. “Mempermalukan warga, dia kan teroris”, kata Nur Rohidin kepala desa Sampora.

Saya melihat, bagaimana raut muka Sobryna, yang sat itu dijemput dari sekolah menggunakan sepeda motor. Anak berusia 12 tahun itu tertunduk setengah berlari membelah kerumunan warga dan wartawan yang sejak pagi mengerumuni rumahnya. Wajahnya terlihat takut, dan grogi. Meski begitu beberapa wartawan terlihat nekad mengambil gambar. Kasihan….

Sekitar 20 menit kemudian, 6 anggota keluarga menuju mobil untuk membawa mereka ke Jakarta. Asenih, mertua Ibrohim, Rahayu, kakak ipar Ibrohim, serta 4 orang anak Ibrohim. Bahkan Ishaq yang digendong, harus berdesakan diantara kerumunan wartawan.

Mereka berjalan tergesa-gesa menunduk, sekan malu (menanggung beban predikat Ibrohim sebagai teroris).

Sejenak, saya berpikir, bagaimana jika mereka adalah anak-anak kita? Bagaimana kehidupan mereka kelak setelah ditinggal bapaknya? Bagaimana mereka menangggung beban yang tidak mereka perbuat?

Wallohu a’lam bish showab…

Adieb Ahsani

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Memang jika dilihat dari satu sisi keluarga dan anak-anak yang anda lihat, akan tetapi adil dong dalam melihat, setiap manuasia patut saling mengingatkan bahkan sebagai istri, pertanyaannya apakah kita lebih simpati melihat korban akibat tak langsung atau yang LANGSUNG MENJADI KORBANYA. SEMISAL DI BALI DAN TEMPAT LAIN