Kamis, Februari 12, 2009

memahami "perang" dalam benak anak


Suatu siang, saat itu aku sedang menyaksikan acara berita di pesawat televisi. Saat itu sedang ramai-ramainya pemberitaan agresi militer Israel ke Palestina. Sudah lebih dari 600 orang mati akibat serangan biadab itu. Hampir semua stasiun televisi gencar menyiarkan berita itu, segencar Israel terus menggempur Palestina.

Sambil tiduran di depan televisi, tiba tiba anakku yang berusia 4 tahun menyelutuk.
"Ayah, Israel itu nakal ya", ujar Faiq tanpa kuduga.
“Itu banyak yang mati ditembak, anak-anak juga mati” sambungnya.

Memang, gambar yang keluar adalah anak-anak yang sudah menjadi mayat digotong, puing-puing bangunan yang berserakan, porak poranda.

Aku diam tak segera menyahut apa yang dilontarkan anak sulungku itu. Dalam hati, dari mana anak ini bisa berkomentar tentang konflik puluhan tahun yang hingga kini tak ada penyelesainnya.

“Ya….” jawabku menunggu komenter apa yang bakal meluncur.
“Israel itu nakal, jahat…” sambungnya.

Aku hanya berpikir, mungkin pemberitaan yang sedang ramai itu, direkam dalam otaknya. Atau istriku memberi pengertian tentang apa yang sedang terjadi di jalur Gaza itu.

Dalam hatiku, bagaimana dalam seusia itu, bisa memahami makna nakal atau jahat. Ataukah ia hanya memaknai nakal dan jahat seperti makna saat teman-temannya memukul dirinya, merobek kertas miliknya, atau merebut makanan ringan miliknya…..

“Kenapa sih yah, anak-anak itu mati ditembak?” tanya Faiq.
“Itu namanya perang” jawabku singkat.

Lalu dengan berusaha memahami pola pikir seusianya, aku mencoba memberi pengertian tentang apa itu perang, Israel dan Palestina dan Gaza. Walaupun aku yakin ia tidak akan mengerti seperti yang kuharapkan.

Sejenak aku sadar, memberi pengertian kepada anak-anak tidak bisa disamakan dengan memberi pengertian kepada orang dewasa. Paling tidak kita harus memehami pola piker, cara berpikir mereka.

Hmmm… mungkin inilah tugas berat yang kadang tidak disadari oleh kita para orang tua. Memahami pola pikir dan cara berpikir mereka. Dan jika saja hal ini tidak disadari saat kita mendidik anak, mungkin anak-anak kita nanti akan lebih jahat dari pada kita, lebih bengal dari pada kita, lebih tersesat dari pada kita.

Mungkin ini sekelumit renungan yang perlu disadari sedini mungkin.

Renungan ringan dari cirebon.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

san ayo manceng.